KEBUDAYAAN BANTEN
Kerajinan Khas Masyarakat Baduy
Selain memiliki keunikan budaya, Masyarakat Tradisonal Baduy memiliki kreativitas dalam membuat kerajinan khas yang unik dan menarik, terbuat dari bahan baku yang terdapat dikawasan hutan Baduy yang dibuat secara tradisional (hand made) seperti : Tas Koja, pernak-pernik, aksesoris, kain sarung tenun, madu asli, dll.
Semua ini akan anda dapat di toko-toko kecil, pedagang asongan, di terminal Ciboleger yang merupakan Gerbang Masuk menuju Kawasan obyek wisata budaya Masyarakat Tradisional Baduy serta dari masyarakat Baduy sendiri yang menjajakan oleh-oleh kerajinan khas tersebut. Anda juga akan mendapatkan oleh-oleh seperti : Kain ikat kepala, Baju Hitam serta kaos-kaos unik ala Baduy.
Golok Ciomas dalam Sejarah
Golok Ciomas merupakan salah satu senjata khas dari Banten, khususnya di daerah ciomas. Golok ini sangat terkenal karena ketajamannya dan mistis yang terkandung di dalamnya. Pada zaman penjajahan para jawara menggunakan golok ini untuk mengusir penjajah dari daerahnya. Golok ini tidak bisa dimiliki oleh sembarang orang, karena dalam pembuatannya tidak sembarangan.Golok ciomas hanya dibuat pada bulan mulud, yaitu bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul Allah. Pembuatan golok ini tidak seperti pembuatan golok biasa harus melewat tahapan ritual dan penempatan besi oleh godam yang diberi nama si Denok. Palu besar ini diyakini sebagai warisan dari Ki Cenguk, leluhur yang pertama kali membuat golok ciomas pada jaman kerajaan Islam Banten. Si Denok merupakan hadiah dari Sultan Banten.
Golok Ciomas terkenal karena keseimbangan bentuk, ketajaman dan kehalusan penempaan dan tanpa hiasan huruf-huruf arab yang biasa mewarnai senjata tajam keramat. Diluar bentuk fisiknya, golok ciomas terkenal dengan kekuatan mistis dan racun yang terkandung dalam besi inti Dalam prosesnya besi inti ini dicampur dengan besi biasa yang mudah bisa didapatkan di pasaran
Golok ini tidak boleh digunakan keperluan sehari-hari seperti memotong dan menebang tanaman, memotong hewan atau keperluan dapur. Sebab diyakini, racun dalam golok akan menyebar dan akan menyebabkan kematian. Bahkan kekuatan mistiknya diyakini dapat menyengsarakan keluarga yang menyalahgunakan golok ini.
Kesenian Dogdog Lojor
Dogdog merupakan alat musik yang terbuat dari batang kayu bulat, tengahnya diberi rongga, namun kedua ujung ruasnya mempunyai bulatan diameter yang berbeda (± 12 – 15 cm) dengan panjang ± 90 cm. Pada ujung bulatan yang paling besar ditutup dengan kulit kambing yang telah dikeringkan dan diikat dengn bambu melingkar yang dipaseuk/baji untuk menyetel suara atau bunyi. Suara yang dihasilkan akan berbunyi dog dog dog (dalam telinga orang Sunda). Oleh karena itu alat ini diberi nama Dog Dog. Sedangkan kata lojor berarti lonjong atau lodor yang sepadan dengan kata panjang. Jadi Dogdog Lojor sama artinya dengan Dogdog Panjang.
Kesenian ini berkembang di Banten bagian Selatan Kabupaten Lebak, dengan pemain berjumlah 12 orang. pada awalnya pertunjukan seni dogdog lojor ini, dilakukan sebagai pelengkap dalam rangka pelaksanan upacara adat seperti seren taun, sedekah bumi ataupun ruwatan. Oleh karena itu, pertunjukan dogdog lojor dilaksanakan secara khidmat. Sejalan dengan perkembngan zaman, pertunjukan dodgdog lojor dilakukan dengan penuh kegembiraan sehingga berkembang menjadi seni pertunjukan hiburan dan permainan rakyat.
Kesenian Terbang Gede
Terbang gede merupakan salah satu kesenian tradisional Banten yang tumbuh dan berkembang pada waktu para penyebar agama islam menyebarkan ajarannya di Banten, oleh karena itu kesenian terbang gede berkembang secara pesat di lingkungan pesantren dan mesjid-mesjid.
Kesenian ini disebut terbang gede karena salah satu instrumen musik utamanya adalah terbang besar (gede). Pada awalnya kesenian terbang gede berfungsi sebagai sarana penyebaran agama islam, namun kemudian berkembang sebagai upacara ritual seperti : ngarak panganten, ruwatan rumah, syukuran bayi, hajat bumi, dan juga hiburan.
Terbang gede dimainkan oleh beberapa orang biasanya laki-laki yang telah lanjut usia terdiri atas Penabuh terbang gede (besar) , penabuh sela, penabuh pengarak, penabuh kempul, penabuh koneng, yang diiringi dengan sholawatan nabi dengan bahasa Arab ataupun jawa.
Kesenian Angklung Gubrag
Merupakan salah satu kesenian tradisional yang sudah langka, namun masyarakat Desa Kemuning, Kecamatan Kresek – Kabupaten Tangerang masih melestarikan kesenian Angklung Gubrag pada acara khitanan, perkawinan dan selamatan kehamilan. Pada masa lalu kesenian Angklung Gubrag dilaksanakan pada saat ritual penanaman padi dengan maksud agar hasil panen berlimpah.
Instrumen yang digunakan 6 buah angklung menggunakan bambu hitam, masing-masing memiliki nama: bibit, anak bibit, engklok 1, engklok 2, gonjing dan panembal, dilengkapi dengan terompet kendang pencak dan seruling. Di atas angklung dikaitkan pita yang berasal dari kembang wiru, menurut kepercayaan kembang wiru dan air yang berasal dari angklung dipercaya dapat menjadi obat dan penyubur tanaman. Semua pemain berdiri tidak menari kecuali penabuh dogdog lojor menabuh sambil ngibing diiringi beberapa penari perempuan dengan kostum kebaya dan kain.
Kesenian Bendrong Lesung
Bendrong Lesung kesenian yang berkembang di Tangerang terdiri dari beberapa jenis antara lain : kilin, Peking Say, Lang Say, dan Samujie. Kesenian yang menampilkan Singa Batu model dari Cieh Say ini ada bermacam-macam, dimana yang utama mengikuti dua aliran, yaitu Aliran Utara dan Selatan. Yang dimaksud adalah sebelah uatara Sungai Yang Zi, bentuknya garang, badannya tegap, mulutnya persegi seperti yang kita lihat di kelompok istana kekaisaran di Beijing, sedangkan aliran selatan adalah terdapat di sebelah Selatan Sungai Yang Zi bentuknya lebih bervariasi dan luwes, tapi kurang gagah. Aliran Selatan pada umumnya berada di kelenteng-klenteng Indonesia khusunya di Kota Tangerang.
Bendrong Lesung juga meripakan salah satu kesenian tradisional yang tumbuh dan berkembang secara turun-temurun. Pada mulanya Bendrong Lesung ini adalah tradisi masyarakat desa dalam menyambut panen raya sebagai ungkapan kebahagiaan atas jerih payah mereka. Akan tetapi dalam perkembangan nya Bendrong Lesung tidak hanya ditampilkan dalam menyambut panen raya saja tetapi juga dalam acara kesenian lainnya.
Instrumen yang digunakan dalam Bendrong Lesung ini adalah lesung kayu, alu, tampah, bakul dan seperangkat alat musik patingtung. Instrumen itu dimainkan sedemikian rupa sehingga menghasilkan suara yang harmonis, variatif dan enak di dengar.
Kesenian Rampak Bedug
Rampak bedug adalah kesenian tradisional masyarakat pandeglang Banten, seni rampak bedug merupakan titik kulminasi estetik dari tradisi ngadu bedug yang biasa dilakukan warga pada perayaan hari raya iedul fitri atau iedul adha.
Perangkat peralatan yang digunakan meliputi : satu set bedug kecil selaku pengatur irama, tempo dan dinamika, sedangkan bedug besar sebagai bass, sementara melodi hanya berasal dari lantunan shalawatan yang dilakukan sambil menabuh.
Pola tubuh yang biasa mereka sebut dengan lagu diantaranya :pingping cak-cak, nangtang, celementre, rurudatan, antingsela, sela gunung, kelapa samanggar, dan lain-lain.
Kesenian Angklung Buhun
Kesenian Angklung Buhun merupakan kesenian angklung khas kabupaten Lebak dengan peralatan perkusi dari bambu yang dibentuk sedemikian rupa sehingga menimbulkan nada-nada yang harmonis. Angklung Buhun berarti angklung tua, kuno (baheula) yang dalam arti sebenarnya adalah kesenian pusaka. Dinamakan buhun, karena kesenian ini lahir bersamaan dengan hadirnya masyarakat Baduy.
Dengan demikian salah satu jenis kesenian masyarakat Baduy yang pertama kali lahir adalah Angklung Buhun yang memiliki nilai magis (kekuatan gaib) dan sakral, selain itu punya arti penting sebagai penyambung amanat untuk mempertahankan generasi orang Baduy. Saat ini kelompok pemain kesenian Angklung Buhun sangat jarang ditemui atau dipentaskan. Biasanya kesenian ini sekarang hanya dijumpai pada acara-acara ritual, seperti acara adat Seren Taun di Cisungsang dan Seba yang dilakukan oleh masyarakat Baduy di kabupaten Lebak. Kesenian Buhun memiliki karakter kesenian yang sederhana baik dalam lirik atau lagunya, dan biasanya menggambarkan alam sekitar sehingga menciptakan suasana yang nyaman, damai dan harmonis.
Kesenian Dzikir Saman asal Pandeglang Banten
Dzikir Saman disebut juga Dzikir Maulud yaitu kesenian tradisional rakyat Banten khususnya di Kabupaten Pandeglang yang menggunakan media gerak dan lagu (vokal) dan syair-syair yang dilantunkan mengagungkan Asma Allah dan pujian kepada Nabi Muhammad SAW. Berdasarkan literatur disebut Dzikir Saman karena berkaitanarti Saman yaitu Delapan dan dicetuskan pertama kali oleh Syech Saman dari Aceh.
Tari Saman berasal dari Kesultanan Banten yang dibawa para ulama pada abad 18 sebagai upacara keagamaan untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW pada bulan Maulud, namun pada perkembangan selanjutnya dapat pula dilakukan pada upacara selametan khitanan, pernikahan atau selametan rumah.
Pemain Dzikir Saman berjumlah antara 26 sampai dengan 46 orang. 2 sampai 4 orang sebagai vokalis yang membacakan syair-syair Kitab “Berjanji:, sementara 20 sampai 40 orang yang semuanya laki-laki mengimbangi lengikngan suara vokalis dengan saling bersahutan bersama (koor) sebagai alok.
Pola permainan seni Dzikir Saman dilakukan sehari penuh dengan tiga Babakan, yaitu: Babakan Dzikir, Babakan Asroqol, dan Babakan Saman.
Kembali ke Alam Bersama Suku Baduy
Bayangkan sebuah tempat yang damai, dikelilingi oleh suasana hijau. Suara angin yang gemerisik menerpa dedauanan bambu, kicau burung, dan deburan aliran sungai. Dengarkan bisik alam yang menyapa dalam kemurnian, Anda layak melihatnya dengan mata hati sehingga dibawalah oleh-oleh pengalaman yang melekat di hati. Ada banyak kearifan lokal yang akan di peroleh di Desa Kanekes, sebuah pelajaran yang sangat berarti mengingatkan kita pada jati diri leluhur salah satu suku tua di Nusantara yang masih hidup dengan cara tradisional.
Lupakan ponsel atau alat elektronik lainnya saat Anda mengunjungi Desa Kanekes atau yang lebih popular disebut Desa Baduy di Banten. Selain tidak ada listrik untuk men-charge hp Anda, bahkan sinyal pun sulit didapat. Lebih baik Anda menatap alam sekitar dan mendengarkan suara-suara alam. Di sinilah Anda akan dapati kehidupan masa lalu sebelum memasuki sebuah zaman dari akibat revolusi industri yang menguasai dunia.
Desa Baduy, terletak di perbukitan Gunung Kendeng, sekitar 75 kilometer arah selatan Rangkasbitung, Banten. Ini merupakan tempat yang tepat untuk Anda yang ingin merasakan ketenangan yang jarang ditemukan di kota besar. Bagi mereka yang memiliki naluri berpetualang mungkin akan merasakan trekking di desa Baduy sangat memukau. Kehidupan keseharian masyarakat Baduy yang memegang teguh adat istiadat merupakan daya tarik tersendiri bagi Anda yang berminat menelusuri budaya unik kearifan lokal yang luar biasa ini.
Kawasan Baduy tepatnya berada di desa Kanekes, kecamatan Leuwidamar, kabupaten Lebak. Diperkirakan akhir abad ke-18 wilayah Baduy ini terbentang mulai dari kecamatan Leuwidamar sekarang sampai ke Pantai Selatan. Sekarang luas wilayah Baduy ini sekitar 5102 hektar. Batas wilayah sekarang ini dibuat pada permulaan abad ke-20 bersamaan dengan pembukaan perkebunan karet di desa Leuwidamar dan sekitarnya.
Suku Baduy sering disebut urang Kanekes. Baduy sebetulnya bukanlah nama dari komunitas yang ada di desa ini. Nama tersebut menjadi melekat karena diberikan oleh peneliti Belanda yang menyamakan mereka dengan Badawi atau Bedoin Arab yang merupakan masyarakat nomaden atau berpindah-pindah. Dari Badawi atau Bedoin, kemudian nama itu pun bergeser menjadi Baduy. Orang Baduy, karena bermukim di Desa Kanekes, sebenarnya lebih tepat disebut sebagai Orang Kanekes. Namun karena istilah “Baduy” terlanjur lebih dulu dikenal, maka nama “Baduy” lebih populer ketimbang “Orang Kanekes”.
Mereka tinggal di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten. Desa ini berada sekitar 38 km dari ibu kota Kabupaten Lebak, Rangkasbitung, atau sekitar 120 km dari Jakarta. Desa Kanekes memiliki 56 kampung Baduy. Orang Baduy Dalam tinggal di Kampung Cikeusik, Cikertawana, dan Cibeo. Sedangkan orang Baduy Luar tinggal di 53 kampung lainnya. Kampung Baduy Luar sering disebut kampung panamping atau pendamping, yang berfungsi menjaga Baduy Dalam.
Keseharian kaum lelaki Baduy menggunakan ikat kepala putih. Kecuali puun atau pemimpin adat, para lelaki menggunakan baju hitam dan sarung selutut berwarna biru tua bercorak kotak-kotak. Kaum perempuan menggunakan sarung batik biru, kemben biru, baju luar putih berlengan panjang. Gadis-gadis menggunakan gelang dan kalung dari manik.
Suku Baduy Dalam, mereka setia berjalan kaki dalam melakukan perjalanan, mengedepankan kejujuran, menolak mencemari lingkungan (tanah dan air), dan tidak merokok. Baduy Dalam menerapkan adat lebih ketat dibandingkan dengan Baduy Luar. Salah satu perbedaannya, warga Baduy Luar diperbolehkan berkendaraan. Baduy Dalam hidup dengan aturan adat yang ketat.
Di Baduy Dalam, pikukuh atau aturan adat adalah harga mati yang tidak bisa ditawar. Hal ini berbeda dengan Baduy Luar. Dalam hal makanan, orang Baduy tergolong sangat fanatik. Mereka tidak akan menyantap jenis makanan yang tidak dimakan nenek moyang mereka juga tidak akan melakukan kebiasaan yang dulunya tidak pernah dilakukan nenek moyang mereka. Kebiasaan mandi tidak menggunakan sabun masih berlangsung hingga saat ini. Tidak memakai sabun mandi bukan berarti mereka tidak punya uang, tetapi benar-benar demi mengikuti kebiasaan orang tua mereka. Kalau ada warga Baduy yang coba-coba memakai sabun saat mandi dan sampai ketahuan, pasti mendapat teguran keras. Teguran ini bisa berujung pada pemecatan sebagai warga Baduy Dalam.
Menurut kepercayaan orang Kanekes mereka keturunan dari Batara Cikal, salah satu dari tujuh dewa atau batara yang diutus ke bumi. Asal usul tersebut sering pula dihubungkan dengan Nabi Adam sebagai nenek moyang pertama. Menurut kepercayaan mereka, Adam dan keturunannya, termasuk warga Kanekes mempunyai tugas bertapa atau asketik (mandita) untuk menjaga harmoni dunia.
Kepercayaan orang Baduy adalah penghormatan pada roh nenek moyang dan kepercayaan kepada satu kuasa yang dinamakan Nu Kawasa. Keyakinan mereka sering disebut dengan Sunda Wiwitan. Orientasi, konsep-konsep dan kegiatan-kegiatan keagamaan ditujukan kepada pikukuh (aturan adat) agar orang hidup menurut alur itu dan menyejahterakan kehidupan Baduy dan dunia. Kepercayaan masyarakat Kanekes yang disebut sebagai Sunda Wiwitan berakar pada pemujaan kepada arwah nenek moyang (animisme) yang pada perkembangan selanjutnya juga dipengaruhi oleh agama Buddha, Hindu, dan Islam. Inti kepercayaan tersebut ditunjukkan dengan adanya pikukuh atau ketentuan adat mutlak yang dianut dalam kehidupan sehari-hari. Isi terpenting dari ‘pikukuh’ (kepatuhan) Kanekes tersebut adalah konsep “tanpa perubahan apa pun”, atau perubahan sesedikit mungkin.
Di kawasan Baduy Dalam, ada tiga kampung yang masing-masing dikepalai oleh seorang kepala suku atau yang disebut Puun dan wakilnya yang disebut Jaro. Ketiganya adalah kampung Cibeo, Cikesik, dan Cikertawana. Masing-masing Puun ini memiliki peran yang berbeda. Puun Cibeo mengurusi pertanian, Puun Cikesik mengurusi keagamaan, dan Puun Cikertawana bertanggungjawab dalam hal kesehatan atau obat-obatan. Tanggung jawab ini berlaku secara kolektif untuk ketiga kampung tersebut.
Pemda Lebak sejak tahun 1990 menyatakan bahwa kawasan masyarakat Baduy merupakan cagar budaya. Mereka tetap mempertahankan warisan leluhurnya yang merupakan aset nasional yang harus harus dijaga. Hal itu dikukuhkan dengan Peraturan Daerah nomor 13/1990. Dengan demikian hutan dan sungai tetap terjaga kelestariannya. Menurut Kepala Desa Kanekes Jaro Daerah, suku Baduy menempati areal tanah seluas 5.101 ha, yang terbagi dalam 53 kampung. Tiga kampung ditempati oleh Baduy Dalam masing-masing kampung bernama Cikeusik, Cikertawana dan Cibeo, sedangkan sisanya ditempati oleh Baduy Luar. Suku-suku Baduy tersebut bermukim tepat di kaki pegunungan Kendeng di desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten.
Akomodasi
Apabila Anda berminat menginap maka bisa tinggal di rumah-rumah tradisional Baduy, di Desa Cicakal. Rumah-rumah tersebut dibangun dari jalinan bambu dan beratapkan ijuk. Rumah-rumah ini bisa bertahan hingga 25 tahun tetapi atap harus diubah 5 tahun sekali. Orang Baduy tidak menggunakan teknologi elektronik, jadi jangan berharap Anda akan menemukan peralatan yang menggunakan tenaga listrik di sini.Rumah-rumah yang ada di Baduy seragam, berpaggung dan berdiri satu meter di atas tanah. Rangkanya terbuat dari kayu, dindingnya anyaman bambu dan beratap rumbia atau ijuk. Bangunan mengikuti kontur tanah, selalu berhadap-hadapan sehingga terlihat unik dan rapi. Rumah Baduy tidak menggunakan jendela. Hanya ada pintu masuk dan pintu keluar dari depan dan belakang. Kadang hanya terdapat sebuah pintu di bagian depan saja. Bagian depannya selalu ada amben untuk tempat ngobrol.
Transportasi
Kawasan Baduy ini berjarak kurang lebih 40 km dari kota Rangkasbitung. Menuju kawasan itu dapat menggunakan mobil pribadi atau kendaraan umum sekitar satu jam dari Rangkasbitung. Untuk mencapai kampung Baduy dapat ditempuh melalui Rangkasbitung-Ciboleger, dengan bus, mobil umum atau mobil pribadi. Di Ciboleger inilah pintu masuk ke kawasan Baduy.- Sewalah mobil dan mobil tersebut akan berhenti di Desa Cibolegar. Anda juga dapat naik mobil dari Rangkasbitung ke terminal Ciboleger atau menyewa sampai ke Cijahe, lalu diteruskan dengan berjalan kaki untuk sampai ke kampung Baduy Dalam.
- Dari Tanah Abang, Jakarta Pusat, gunakan kereta ke Merak via Rangkasbitung akan memakan waktu sekitar 1,5 jam. Dari Rangkasbitung, gunakan transportasi umum (disebut ELF oleh penduduk setempat) ke Ciboleger. Perjalanan memerlukan waktu sekitar 2,5 jam. Patung Keluarga di Ciboleger akan menyambut kedatangan Anda. Ikuti jalan setapak dengan berjalan kaki. Nikmati pemandangan alam di sekitar Anda, Kemudian Anda akan melewati Desa Gajeboh. Di sini Anda dapat melihat perempuan Baduy menenun pakaian. Lanjutkan dengan menyeberangi Sungai Ciujung, sungai terlebar di wilayah Baduy. Melihat jembatan yang terbuat dari bambu yang diikat satu sama lain, namun tak perlu takut! Jembatan ini kuat. Anda kemudian akan memasuki Desa Cicakal. Di sini Anda dapat beristirahat dan menghabiskan malam. Perjalanan dengan berjalan kaki dari Ciboleger ke Cicakal akan memakan waktu sekitar 2 jam.
- Alternatif lain, Anda dapat menggunakan Koranji kemudian melewati Pasar Kroya. Setiap minggu, penduduk Baduy mengunjungi pasar ini untuk menukar hasil pertanian mereka dengan barang-barang yang mereka butuhkan. Dari tempat ini mereka akan bergerak ke Desa Cikapol.
Kuliner
Tidak ada restoran di Baduy, jadi bawalah makanan Anda sendiri. Meski dengan keramahannya Suku Baduy akan senang menjamu Anda di rumahnya. Masyarakat Baduy Dalam menerapkan sistem ladang berpindah dengan penggarapan secara bergilir. Suku Baduy dalam adalah vegetarian, makanan sehari-hari didapat dari alam sekitar tanah milik mereka. Mata pencaharian utama masyarakat Kanekes adalah bertani padi huma. Selain itu mereka juga mendapatkan penghasilan tambahan dari menjual buah-buahan yang mereka dapatkan di hutan seperti durian dan asam keranji, serta madu hutan.Berbelanja
Pakaian tradisional kebanyakan berwarna biru yang ditenun oleh wanita-wanita baduy, jadi Anda bisa membawa kain ini pulang sebagai oleh-oleh. Ada juga cendera mata seperti tas, gantungan kunci, peralatan dapur, dan lain-lain yang menarik sebagai buah tangan untuk orang yang Anda sayangi.Berkeliling
Anda bisa menjelajahi hutan yang subur dan pemandangan yang masih alami karena orang-orang Baduy sangat mencintai alam sehingga begitu terjaga kelestariannya. Anda bisa mengambil gambar selama Anda belum memasukkan wilayah Baduy. Orang-orang di luar desa Baduy lebih toleran terhadap teknologi.Berbaur dengan penduduk lokal yang luar biasa ini adalah hal yang sangat berharga. Anda dapat mengamati gerak bahasa tubuh yang langsung dapat menggambarkan betapa mereka sangat peka dan ramah bersahaja.
Tips
Jika Anda ingin mengunjungi Desa Kanekes selain mempersiapkan fisik Anda juga harus siap untuk menghormati dan mematuhi peraturan adat yg berlaku di kawasan ulayat masyarakat Baduy yang dibuat Jaro (Kepala Desa) Kanekes.- Orang Baduy sehari-hari berbahasa Sunda kasar. Bahasa yang dipakai mereka tidak mengenal tingkatan bahasa atau pemakaian bahasa berdasarkan status sosial. Selain berbahasa Indonesia, beberapa orang Baduy Dalam bisa pula menggunakan kata-kata berdialek Betawi, bahkan mengeluarkan kosakata bahasa Inggris. Rasa hormat pada pengunjung tidak diperlihatkan lewat kata-kata khusus, tetapi lewat tingkah laku mereka.
- Orang Baduy juga senang bercanda, tetapi hanya dengan orang yang sudah dikenalnya. Berteman akrab dengan orang Baduy Dalam tidak sulit karena orang-orang Baduy bersikap terbuka terhadap orang asing. Orang-orang Baduy Dalam bersifat menerima pendatang, meski banyak pantangan saat Anda hidup di sekitar mereka. Tapi di luar itu, mereka menerima pengunjung dengan ramah.
- Pendatang dilarang membawa radio, gitar, senapan angin, tidak menangkap atau membunuh binatang, tidak membuang sampah sembarangan, tidak menebang pohon, tidak meninggalkan api di hutan, tidak mengonsumsi minuman memabukkan, dan tidak melanggar norma susila.
- Apabila Anda akan mandi maka itu dilakukan di pancuran di luar dusun tepatnya di kali yang jadi batas dusun. Penggunaan bahan kimia seperti sabun, pasta gigi, shampoo, dilarang. Akan tetapi justru hal seperti ini yang akan menjadi pengalaman unik dalam perjalanan Anda. Sebuah cara hidup kembali ke alam yang sempurna.
- Adat Baduy sangat membatasi sentuhan dengan dunia modern, terutama pada listrik dan peralatan elektronik lainnya. Untuk penerangan, Suku Baduy mengunakan lilin, bukan semacam obor. Anda boleh menggunakan senter untuk memudahkan saat ke kamar kecil pada malam hari yang dilarang bukan benda berlistrik, tapi alat elektronik. Jadi Anda diharapkan tidak menggunakan handphone, camera, atau radio. Jika di wilayah Baduy Luar Anda masih bisa memotret maka di wilayah Baduy Dalam memotret tidak diperbolehkan.
- Apabila Anda menginap di perkampungan Baduy Luar maka bisa menggunakan sabun atau sampo ketika mandi. Di Baduy Dalam kedua benda itu pantang dipakai. Obat-obatan pribadi harus dibawa, terlebih karena di dalam perkampungan Baduy tidak ada puskesmas atau apotek.
- Sepatu atau sandal gunung direkomendasikan agar tidak mudah tergelincir, apalagi di jalan menanjak. Jangan lupakan pula jaket atau jas hujan serta tudung tas yg kedap air untuk melindungi barang bawaan agar tidak basah. Minyak anti nyamuk berguna dibawa untuk menghalau serangga terutama ketika berjalan-jalan ke hutan atau perladangan.
- Pada bulan Kawalu yaitu masa panen tiga bulan berturut-turut di bulan Februari-April sebaiknya tidak ke Desa Kanekes Baduy karena Baduy Dalam ditutup sama sekali untuk semua orang luar. Namun, bagi pengunjung pada bulan Kawalu tetap bisa bertemu dengan warga Baduy Dalam saat keluar dari kampung mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar